1. Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam
proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan.
Dalam Sistem
Ekonomi Islam asumsi dasarnya adalah “Syari’ah Islam” diberlakukan secara
menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan
maupun pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan
jasmaniah maupun rohaniah.
Prinsip
Ekonomi Islam adalah penerapan azas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam. Motif Ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan
di dunia dan diakhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti
yang luas.
2. Berkaitan
dengan pemilikan sumber daya dan perolehan pendapatan.
Islam
mengakui pemilikan pribadi/individu termasuk pemilikan alat dan faktor
produksi, tetapi dalam batas-batas tertentu dan tidak bersifat mutlak.
Pemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan merupakan titipan (amanah) Allah SWT kepada manusia.
Kepemilikan mutlak hanya kepada Maha Pencipta. Alat dan faktor produksi
ditangan manusia hanya bersifat penguasaan (al-Hadid,
ayat 7 ; an-Nur, ayat 33 ; al-Maidah, ayat 18 dan 120) dalam bentuk pengaturan
dan pemanfaatan sesuai dengan petunjuk Allah SWT
:
Islam
menghargai kekayaan pribadi sebagai amanat suci yang harus dinikmati untuk
kepentingan semuanya, terutama untuk kaum fakir miskin (ekonomi lemah) dan yang
membutuhkannya. Karena itu ZIS (zakat, infaq dan shadaqah) merupakan institusi
yang sangat berperan dalam ekonomi Islam. (al-Hadid,
ayat 10 dan al-Baqarah, ayat 272) :
Demikian
pula Islam menolak pendapatan yang diperoleh secara tidak halal, seperti
pencurian, penipuan, kecurangan, penyuapan, penjualan barang haram, serta kiat
memperoleh keuntungan lebih besar dengan cara-cara tidak terpuji, seperti
politik dumping (penimbunan barang) dan periklanan yang tidak wajar (an-Nisa, ayat 29).
3. Berkaitan
dengan motivasi dan kegiatan ekonomi.
Islam
mengajarkan agar aktivitas ekonomi seseorang didasarkan atas motivasi
impersonal (impersonal motivation)
yang berbeda dengan motivasi untuk kepentingan diri sendiri (self interest principles).
Islam
mendorong agar tiap orang memanfaatkan alat dan faktor produksi secara efisien
dan optimal (tidak mubazzir) dalam produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam
rangka peningkatan kesejahteraan secara bersama (collective principles) dan akan dipertanggung jawabkan di dunia dan
di akhirat (dimensi eskatologis). Demikian
pula hasil (return) dari pemanfaatan
tersebut juga bernilai atau berdimensi eskatologis.
4. Pemilikan
(penguasaan) kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produktif yang akan mendorong peningkatan produksi nasional
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena itu pola pembagian harta
(pendapatan) termasuk warisan, harus bersifat produktif dan menyebar keseluruh
sistem distribusi, terutama penyebaran (transfer)
dari golongan konglomerat kepada golongan ekonomi lemah/miskin.
Prinsip ekonomi
Islam menolak terjadinya akumulasi kapital yang terpusat pada segelintir orang
atau kelompok (al-Hasyr, ayat 7)
sebagaimana yang terjadi dalam perekonomian dewasa ini.
5. Penggerak
utama ekonomi Islam adalah kerjasama dengan motivasi keikhlasan, kejujuran dan
mengharapkan keuntungan yang wajar dan bukan eksploitasi yang hanya mengejar
keuntungan maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar